Situs Banten Girang: Wisata Budaya, Religi & Sejarah Banten


Situs Banten Girang - Walau tidak sebesar Yogyakarta, Banten pernah menjadi salah satu kerajaan besar di Indonesia. Sehingga tidak aneh jika Banten memiliki banyak warisan budaya dan religi seperti Situs Banten Girang yang sering dikatakan sebagai asal mula Banten itu sendiri.

Mari kita simak cerita apa saja yang di tawarkan dari salah satu objek Wisata Kota Serang ini.

Sejarah Banten Girang


Banten berasal dari bahasa Jawa kuno "pabanten" yang artinya tempat untuk menaruh sesaji atau persembahan. Sementara "girang" bisa berarti jaya atau senang tetapi dalam kaitannya dengan kota lama Banten, nama Banten Girang berarti Banten hulu, letaknya 10 km dari Pelabuhan Banten, Karangantu.

Raja Banten Girang yang membawa kepuncak kerajaan ini adalah Prabu Pucuk Umun. Agama yang dianut Prabu Pucuk Umun dan rakyatnya ketika itu adalah Hindu – Budha. 

Situs Banten Girang ditemukan oleh Claude Guillot ketika melakukan penelitian di Kampung Telaya, Desa Sempu, Kecamatan Serang, Kabupaten Serang pada tahun 1988 - 1992. 

Menurut Guillot sendiri, Banten Girang didirikan pada abad ke-10 dan mencapai puncaknya pada abad ke-13 – 14 Masehi. Periodisasi tersebut mengacu pada keramik asing, keramik lokal, pecahan prasasti, benda-benda logam, mata uang, sisa hewan, batu-batuan, dan manik-manik yang ditemukan

Banten Girang sendiri berbentuk pemukiman atau perkotaan lengkap dengan struktur pertahanan yang berbentuk parit dan dinding tanah dengan pola yang tidak teratur.


Banten Girang: Sejarah Penyebaran Islam di tanah Banten

Mesikipun didirikan pada masa pra-islam, Banten Girang merupakan salah satu tonggak sejarah penyebaran Islam pertama kali di Tanah Banten. Hal ini di buktikan dengan adanya situs makam keramat yang dinamakan Makam Ki Jongjoo, makam kakak beradik yaitu Ki Mas Jong dan Ki Mas Agus Ju Sempu.

Di dalam Babad Banten dikisahkan tentang penaklukan seluruh wilayah Banten oleh bala tentara Islam, yang diinterpretasikan sebagai perebutan kota Banten Girang. Dalam Babad Banten juga disebutkan keterkaitan antara Banten Girang dengan Gunung Pulosari. Ketika Sunan Gunung Jati dan Hasanuddin singgah di Banten dan Banten Girang, mereka kemudian melanjutkan perjalanan hingga ke Gunung Pulosari yang menjadi tujuan utama. 

Gunung Pulosari pada masa itu merupakan wilayah Brahmana Kandali, yang dihuni oleh para pendeta. Ketika Hasanuddin meng-Islamkan para pendeta, mereka disarankan untuk tetap menetap di Gunung Pulosari, sebab jika tempat itu sampai kosong akan menjadi tanda berakhirnya Tanah Jawa. 

Dalam Babad Banten diceritakan pula bahwa setelah kemenangan Hasanuddin, sejumlah penduduk Banten Girang yang tidak mau memeluk Islam melarikan diri ke pegunungan selatan yang hingga saat ini dihuni oleh keturunan mereka, yakni orang Baduy. Kenyataan ini didukung kebiasaan orang Baduy yang selalu berziarah ke Banten Girang.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak